Kamis, 30 Desember 2010

Musik Rap Makin Merasuk di Maluku









DATANGLAH ke pedalaman Seram dan Buru. Atau di Kei, Aru hingga Maluku Barat Daya. Nun di sana, jangan kaget mendengar musik rap. Di atas angkot, kapal perintis, speedboat, atau di bawah pohon cengkeh dan duren, selalu ada suara penyanyi yang begitu pleces.

Tahun-tahun belakangan ini, musik rap memang berkembang di Maluku. Para muda sangat antusias. Musik yang berawal dari para budak negro abad silam itu, kini telah merasuk ke orang Maluku yang sangat musikal.

Sebenarnya, rap bukan baru dikenal di Maluku. Tahun 1980-an, orang muda sudah menyukai lagu-lagu Mc Hammer, Mili Vanili, Eric Tamerlan, Iwa K dan Denada. Tapi, pada masa itu, orang muda baru sebatas penikmat. Untuk mencipta atau menjadi penyanyi, para muda lebih senang aliran pop, rock atau jazz ketimbang rapp.

Tahun 2005, Arthur Ratumanan (Furiuz Stylez) meluncurkan lagu rap Kepala Batu. Lagu berisi kemarahan pemuda Maluku di Belanda itu, beredar luas di tanah air. Namun karena terlalu vulgar makian, orang hanya mendengarnya di kamar.

Tahun 2007, ketika simpatisan RMS menerobos acara Harganas di Lapangan Merdeka Ambon dengan tarian cakalele, Iqbal Sangadji dan kawannya di Yogyakarta ikut marah. Kemarahannya dicetuskan dalam lagu RMS Diss. Musik dan liriknya langsung kentara sebagai kontra Furiuz Stylez

Meskipun Kepala Batu dan RMS Diss sama-sama berisi makian dan tidak bebas diperdengarkan di tempat umum, namun pengaruhnya cukup kuat. Seniman muda mulai tertarik mengekspresikan perasaan dan gagasannya melalui jenis musik ini.

Tidak heran, ketika Molukka Hip-Hop Community (MHC) digagas tahun 2008 oleh Morika Tetelepta dkk, secara susul menyusul, sejumlah komunitas hip-hop muncul di mana-mana. Anak-anak muda makin berani bereksperiman. Mereka tak hanya mencipta lirik, tetapi juga membuat beat di home-home studio.

Satu unit komputer dengan software FL-Studio, cukup untuk menghasilkan beat. Dari sini, mereka sendiri melakukan pengisian suara, editing, mixing dan mastering. Setelah selesai, lagunya diluncurkan di facebook, my-space, blog. Dari situ, peredarannya tidak tertahankan.

Saat ini, sejumlah lagu rap milik MHC sangat populer di radio swasta, dan dikoleksi di handpone anak muda. Lagu Maluku Beta Pulang dengan vokal Arles Tita, rap Morika dan Althien Pesurnay, sangat mendapat tempat di hati. Begitu juga lagu Semmy Toisuta Amper Kalelerang yang dinyanyikan Arles, Althien dan Gilang Ayuba. Saking disukai, acara reality show Trans-7 yang dipandu Dorce Gamalama, memakai lagu Maluku Beta Pulang dan Maluku Manis garapan MHC.

Morika menyebutkan, komunitas MHC di Ambon, Jakarta dan Yogyakarta telah meluncurkan lebih 50 judul lagu secara cuma-cuma kepada publik melalui internet. Satu album kompilasi bertitel Molukka Island Vibes dipasarkan di Belanda.

Dengan bendera MHC, kini bernaung sejumlah seniman rap. Nama-nama mereka makin dikenal melalui lagu, maupun show di pentas lokal. Ada Morika, Mark Ufie, Ivan Pattinama, Berry Revelino, Aland Tanahitumesing & Patrick Leleury, Faradila Saban, Cintya Tengens, Hilqya Latupapua & Eliza de Lima, Rap 57 (Eyang Malawat & Yudhis), Sageru (Arles Tita, Franz Nendissa dan Althien Pesurnay), Nunusaku Tribe (Henry Tetelepta dan Nixon Pormes), dan sejumlah seniman lain.

Di MHC Jakarta dan Yogyakarta, selain Arles dan Althien, ada juga Bakutumbu (Iqbal Sangadji, Aditya Angwarmase dan Gilang Ayuba), The Tetemomo (Dharma Angwarmase & Edeck Yanyaan). Sebagian personil MHC sempat tampil dalam pentas akbar Ambon Jazz Plus Festival 2009.

Menurut Morika, seniman rap kini mulai bergeser dari trend maki-maki ke trend pencerahan. Rasa cinta tanah gunung, pujaan kepada Negeri Maluku, bahkan bakti kepada ibu maupun orang-orang tercinta, kini bisa diekspresikan secara indah dan agung melalui musik rap.

“Kami tidak malu-malu mengembangkan musik rap di Maluku. Kami ingin Maluku menjadi maju dan besar, juga melalui cara kami yaitu musik rap,” kata Morika di Ambon. (Rudi Fofid/WOM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer